Sunday, April 9, 2017

Tips Kontrol Amarah Pada Anak , Kendalikan Amarah , Cara Mengendalikan Amarah

1.  Dengarkan kemarahan Anda, bukan melampiaskannya.
Perasaan marah, sama seperti perasaan lainnya, merupakan pemberian Tuhan sebagaimana halnya kedua tangan dan kaki kita. Kita bertanggung jawab atas bagaimana kita menggunakan pemberian Tuhan itu, apakah untuk hal positif atau yang negatif. Rasa marah sebenarnya seringkali memiliki hikmah yang bisa dijadikan pelajaran bagi kita di kemudian hari, namun bertindak gegabah di saat kita sedang marah, kecuali apabila memang kita harus melawan untuk mempertahankan diri,  umumnya bersifat destruktif karena kita membuat suatu keputusan dalam kondisi yang tidak rasional. Cara yang baik untuk mengatasi rasa marah adalah dengan membatasi ekspresi kemarahan kita, dan di saat kita sudah lebih tenang pikirkan hal-hal seperti: apa yang salah dengan kehidupan kita sehingga kita bisa merasa begitu marah, dan apa yang perlu dilakukan untuk mengubah kondisi tersebut? Kadangkala jawaban dari pertanyaan tersebut berhubungan erat dengan cara kita mengasuh anak: kita harus menetapkan aturan sebelum terjadi hal-hal yang di luar kendali, atau mulai membiasakan anak-anak tidur sejam lebih awal, atau memperbaiki hubungan dengan anak kita yang berumur 12 tahun supaya ia berhenti bersikap kasar pada kita. Atau bisa juga ternyata sumber kemarahan berasal rasa kesal terhadap pasangan kita yang tidak bisa diandalkan sebagai mitra dalam mendidik anak, atau terhadap bos di kantor. Atau bisa jadi kita tidak memahami apa sebenarnya penyebab kemarahan kita, dan kita perlu mencari bantuan untuk mengatasinya melalui tenaga profesional atau komunitas support group.
2.Ingat bahwa “melampiaskan” kemarahan Anda pada orang lain justru akan membuat Anda semakin marah.
Walaupun konon kita perlu “melampiaskan” kemarahan dan jangan dipendam agar kesehatan jiwa kita tidak terganggu, sebenarnya tidak ada hal positif atau hal bermanfaat dari melampiaskan kemarahan pada orang lain. Studi penelitian menunjukkan bahwa mengekspresikan rasa marah di saat kita sedang emosi justru akan membuat kita semakin marah. Akibatnya, orang lain akan merasa sakit hati, ketakutan, atau marah, dan menyebabkan hubungan kita dan dia menjadi rusak. Jadi keluarkan kemarahan Anda jika memang dibutuhkan, tapi segera tenangkan diri Anda dan pikirkan apa “pesan” dari kemarahan Anda sebelum Anda mulai berbicara dengan orang tersebut. Kita sering berpikir bahwa bila kita mengekspresikan kemarahan pada orang lain membuktikan bahwa kita benar dan orang itu salah, dan hal ini biasanya malah akan membuat kemarahan kita memuncak. Yang harus kita lakukan sebenarnya adalah mencari tahu dengan cara yang konstruktif, apa yang sebenarnya membuat kita marah sehingga masalah tersebut bisa diselesaikan, dan kemarahan kita pun mereda.
3.TUNGGU DULU sebelum memberikan hukuman.
Anda cukup mengatakan hal seperti, “Kenapa kamu masih memukul adikmu? Padahal kan kita sudah pernah membicarakan bahwa memukul itu dilarang. Ibu perlu waktu untuk berpikir mengenai masalah ini, dan kita akan bicara lagi nanti sore. Sementara itu, kamu harus menunjukkan sikap yang baik di rumah ini.” Setelah Anda menyendiri selama sekitar 10 menit dan ternyata masih belum cukup tenang untuk bisa berbicara baik-baik, Anda bisa mengatakan, “Ibu mau berpikir dulu tentang apa yang baru saja terjadi, dan kita bicarakan lagi nanti. Sekarang Ibu harus menyiapkan makan malam dan kamu juga harus mengerjakan PR,”  Selesai makan malam, duduklah di samping anak Anda dan mulailah berbicara baik-baiik dengannya. Anda akan lebih bisa mendengar apa alasan anak Anda bertingkah demikian, dan bisa lebih berespon secara positif dan terkendali terhadap tingkah lakunya.
4. Hindari kekerasan fisik, dalam bentuk apa pun.
Delapan puluh lima persen orang dewasa mengakui bahwa mereka pernah ditampar atau dipukul oleh orangtuanya (Journal of Psychopathology, 2007). Berbagai penelitian pun telah membuktikan bahwa memukul memberikan dampak negatif pada perkembangan anak sampai ia dewasa nanti. American Academy of Pediatrics sangat menentang pemukulan pada anak. Saya pribadi juga berpikir apakah semakin meningkatnya gangguan kecemasan dan depresi pada orang dewasa saat ini juga sedikit banyak disebabkan oleh banyaknya anak yang menerima kekerasan fisik dari orangtuanya.  Banyak orangtua berusaha menyimpan pengalaman kekerasan fisik yang dialaminya, karena ‘luka’ emosional yang dirasakan begitu dalam. Namun memendam perasaan sakit tersebut justru akan membuat kita lebih mudah memukul anak-anak kita. Memukul akan membuat Anda merasa lebih baik sesaat, karena kemarahan Anda terlampiaskan, namun dampaknya akan sangat buruk bagi anak, dan langsung ‘menghilangkan’ semua hal positif yang sudah Anda lakukan sebagai orangtua. Memukul, dan bahkan menampar, dapat meningkatkan kemarahan menjadi kekerasan yang seringkali bisa fatal akibatnya. Lakukan apa pun yang Anda mampu untuk mengendalikan diri, termasuk meninggalkan ruangan tempat Anda marah. Bila Anda tidak dapat mengendalikan diri dan akhirnya memukul, mintalah maaf pada anak Anda, katakan padanya bahwa memukul itu salah dan tidak dapat dibenarkan, dan segeralah Anda mencari bantuan.
5 Hindari memberikan ancaman.
Ancaman yang dibuat pada saat Anda marah, biasanya aneh dan tidak masuk akal. Ancaman hanya akan efektif bila Anda memang akan melakukannya. Bila tidak, otoritas Anda sebagai orangtua tidak akan dianggap oleh anak dan mereka cenderung tidak akan mempedulikannya di masa mendatang. Akan lebih baik bila Anda mengatakan pada anak bahwa Anda perlu waktu untuk memikirkan hukuman apa yang pantas diberikan atas kesalahan / pelanggaran peraturan yang sudah ia lakukan. Anak akan lebih merasa takut dan tegang mendengarnya daripada hanya mendengarkan ancaman kosong yang ia tahu pasti tidak akan benar-benar Anda lakukan.
6. Kendalikan nada bicara dan pilihan kata Anda.
Penelitian menunjukkan bahwa semakin tenang kita berbicara, semakin tenang juga perasaan kita, dan orang lain akan meresponnya dengan tenang pula. Sebaliknya, bola kita banyak menggunakan kata-kata kasar, akan membuat kita dan juga orang yang mendengarkan merasa semakin kesal, dan situasi pun akan ikut memanas. Kita memiliki kekuatan untuk menenangkan atau semakin membuat marah baik untuk diri kita maupun lawan bicara kita dengan mengendalikan nada bicara dan juga pemilihan kata yang digunakan. (Ingat, sebagai orangtua Anda adalah panutan bagi anak.)
7. Anggap saja Anda adalah bagian dari masalah yang muncul.
Bila Anda membuka diri untuk selalu memperbaiki kondisi emosional Anda, anak Anda akan selalu dapat menunjukkan di bagian mana dalam diri Anda yang perlu diperbaiki. Bila Anda enggan untuk memperbaiki diri, maka akan sulit untuk menjadi orangtua yang layak dicontoh oleh anak. Dalam setiap interaksi dengan anak, kita memiliki kekuatan untuk menenangkan atau membuat panas situasi. Anak Anda mungkin akan bertingkah memancing kemarahan, namun Anda bisa melakukan sesuatu terhadap hal tersebut. Bersikaplah sebagai orangtua yang bertanggung jawab dengan berusaha mengatur kondisi emosi Anda terlebih dulu. Anak Anda tentunya tidak akan langsung berubah sikapnya dalam waktu sekejap, namun perilakunya akan berubah drastis segera setelah Anda berhasil belajar untuk tetap tenang dalam situasi apa pun.

No comments:

Post a Comment